MAKALAH
ETIKA PERIKLANAN
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Dosen Pengampu : Hj.I.G.A. AJU NITYA DHARMANI,SST,SE,MM
Oleh : Evi Kurniasari ( 01219040)
UNIVERSITAS NAROTAMA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2020 - 2021
Daftar Isi
2.4 Penilaian Etis terhadap iklan
2.5 Pengontrolan Terhadap Iklan
2.6 Contoh Pemasangan Iklan atau
Reklame yang Melanggar Etika Periklanan (Tidak Etis)
2.7 Contoh Pemasangan Reklame yang
Tidak Melanggar Etika Periklanan (Etis)
BAB I
PENDAHULUAN
Iklan
merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk dan menggiring
orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.
Menurut Handoyo seperti yang dikutip oleh Riyanto (2011: 182) melalui iklan
produsen dapat menyampaikan kelebihan produk, begitu juga melalui iklan
konsumen dapat mengetahui kelebihan produk tersebut. Iklan cenderung dapat
menarik konsumen untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk. Oleh karena
itu, banyak perusahaan menggunakan iklan untuk memenangkan persaingan melalui komunikasi
menyampaikan informasi dan persuasi kepada konsumen.
Adanya komunikasi antara produsen dan konsumen secara
persuasifyang berisi promosi tentang barang dan jasa, gagasan dan cita-cita
dalam bentuk komunikasi visual yang dapat dimengerti oleh kedua pihak dan bentuknya
yang impersonal, atau meliputi banyak orang, maka suatu pesan promosi iklan
dapat pula disampaikan kepada prospek-prospek yang sengaja dipilih melalui
media yang tepat dan dengan cara yang berbeda antara media satu dengan lainnya.
Dalam komunikasi pemasaran iklan menjadi alat
interaksi antara pengiklan dan pembeli. Dengan demikian Institut Praktisi Periklanan
Inggris mendefinisikan periklanan merupakan pesan – pesan penjualan yang paling
persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas
produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah - murahnya (Jefkins,
1996:5). Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak
sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk
itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama
menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu
kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi
public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya
periklanan.
Di Indonesia, dunia periklanan tumbuh seiring
pertumbuhan ekonomi yang semakin berkemajuan. Fenomena seperti ini menuntut
para pengiklan untuk mendapatkan strategi yang terbaik dalam menguasai dan mempertahankan
pangsa pasarnya. Iklan tidak mutlak diperlukan bagi jalannya perekonomian yang
efisien, karena biasanya penawaran akan selalu mengimbangi permintaan. Hanya
jika permintaan yang diinginkan produsen semakin tinggi, atau jika penawaran
jauh sekali melebihi permintaan, maka iklan menjadi sangat penting. Dalam
situasi ini produsen tahu Batasan operasinya, yakni bahwa pertumbuhannya
tergantung pada kapasitas produksinya. Namun begitu memasuki pasar,
pertumbuhannya lebih ditentukan oleh kapasitasnya dalam menjual (River
2003:182).
Kegiatan periklanan juga sebenarnya meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembuatan iklan. Di negara-negara maju periklanan
diatur dengan syarat-syarat sah, jujur dan sopan. Iklan diawasi oleh badan pengawas
agar iklan tidak melanggar kode etik periklanan yang berlaku. International
Chambers of Commerce dengan International Advertising Association pada tahun
1973 (dan terus diperbaiki) mengeluarkan kode etik periklanan internasional
(Rahmat, 2015:112). Sementara itu kegiatan pengawasan periklanan di Indonesia
adalah dengan membentuk sebuah regulasi yang dalam Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (2007) menjelaskan dalam aspek posisi EPI ini mengukuhkan
adanya kepedulian yang setara pada industri periklanan, antara keharusan untuk
melindungi konsumen atau masyarakat, dengan keharusan untuk dapat melindungi
para pelaku periklanan agar dapat berprofesi dan berusaha – dan memperolehimbalan
dari profesi atau usaha tersebut – secara wajar. Selain itu, periklanan juga
memiliki batasan dalam EPI ini menjadi pedoman etika untuk semua materi pesan
periklanan, verbal maupun citra, yang terdapat pada suatu iklan. Ia tidak
memberi rujukan apa pun atas materi komunikasi yang secara jelas tidak
bermuatan periklanan, seperti editorial, maupun materi komersial atau persuasif
yang berada di luar ranah periklanan, misalnya kemasan produk, siaran pers,
atau komunikasi pribadi. Sepanjang yang menyangkut periklanan, EPI ini menjadi
induk yang memayungi semua standar etika periklanan yang terdapat pada kode
etik masing-masing asosiasi atau lembaga pengemban dan pendukungnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etika Periklanan
Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak
lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat kabar
telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado pada
tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan
4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan
hanya dari perusahaan/produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan
iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan
melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De
Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel/penginapan di kota
Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan belum
bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam perkembangannya,
setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana
memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan
dari bisnis modern. Kenyataan ini berkaitan erat dengan cara berproduksi
industry modern yang menghasilkan produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga
harus mencari pembeli (Bertens, 2000 : 263).
Iklan merupakan salah satu strategi pemasaran yang
bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual dengan konsumen. Dalam
hal ini berarti bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu mengatakan hal
yang benar kepada konsumen tentang produk sambil membiarkan konsumen bebas
menentukan untuk membeli atau tidak membeli produk itu (Sony Keraf, 1993 :
142).
Etika periklanan adalah ukuran kewajaran nilai dan
kejujuran didalam sebuah iklan. Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan
Indoneasia (P3I), etika periklanan adalah seperangkat norma dan padan yang
mesti dikuti oleh para politis periklanan dalam mengemas dan menyebarluaskan
pesan iklan kepada khalayak ramai baik melalui media massa maupn media ruang.
Menurut EPI (Etika Pariwara Indonesia), etika periklanan adalah
ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang
telah disepakati untuk dihornati, ditaai, dan ditegakkan oleh semua asosiasi
dan lembaga pengembangannya.
2.2 Teori Etika
Periklanan
Adapun yang termasuk dalam teori etika periklanan adalah sebagai berikut
:
1.
Deontologi
Kata
deontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang berarti kewajiban atau
tugas dan logo yang berarti ilmu atau studi. Dalam filsafat moral kontemporer,
deontologi adalah salah satu dari jenis teori normatis mengenai pilihan mana
yang secara moral diperlukan, dilarang, atau diizinkan. Dengan kata lain,
deontologi berada dalam domain teori-teori moral yang memandu dan menilai
pilihan kita tentang apa yang seharusnya kita lakukan.
Filsuf
yang mengikuti dan akhirnya menjadi tokoh sentral deontologis adalah Immanual
Kant. Filosofi Kant menyatakan bahwa penalaran moral didasarkan pada standar
rasionalitas yang disebut dengan imperatif kategoris. Imperatif kategoris
dimaksudkan untuk membimbing kita ke arah tindakan yang benar, terlepas dari
keadaan.
Tokoh
deontologis lainnya adalah W.D Ross yang meyakini bahwa permasalahan moral
tidak dapat direduksi menjadi satu pertanyaan mendasar. Ross mengusulkan teori
deontologi campuran yang mengakui hubungan moral, tugas, dan prinsip yang tidak
dapat direduksi. Ross mengembangkan tujuh tugas prima yang perlu diperhitungkan
dalam menentukan apakah suatu tindakan adalah tindakan yang benar. Menurut
Ross, kita harus memenuhi tugas prima kecuali jika mereka bertentangan dengan
tugas prima lain yang lebih berat.
Penerapan
teori deontologi dalam periklanan adalah bahwa pengiklan hendaknya bertindak
berdasarkan niat baik dalam menjalankan tugasnya. Namun, tak jarang kita temui
hal yang sebaliknya. Teori ini dikritik karena terlalu sederhana dan tidak
mempertimbangkan aspek perbedaan budaya. Sebagaimana kita pahami bahwa latar
belakang budaya mempengaruhi nilai-nilai moral yang dimiliki seseorang. Dengan
demikian, nilai moral setiap orang tidaklah sama.
2.
Komunitarianisme
Komunitarianisme
adalah filsafat yang berakar dari Aristotelian dan Hagelian yang menekankan
perlunya menyeimbangkan hak individu dengan kepentingan komunitas secara
keseluruhan. Komunitarianisme menekankan konsep liberalisme tentang orang yang
otonom dan mementingkan diri sendiri, dengan mencirikan individu sebagai
makhluk sosial yang dibentuk oleh nilai-nilai dan budaya komunitas mereka.
Menurut
teori ini, pemikiran etis didasarkan pada nilai-nilai komunal, standar dan
tradisi sosial yang mapan, dan mempertimbangkan masyarakat yang lebih besar.
Kaum komunitarian menekankan pengaruh masyarakat pada individu dan berpendapat
bahwa nilai-nilai berakar pada sejarah dan tradisi umum.
Komunitarianisme
didasarkan pada tiga prinsip. Prinsip pertama adalah setiap klaim kebenaran
divalidasi melalui penyelidikan kooperatif. Prinsip kedua adalah komunitas
penyelidikan kooperatif harus memvalidasi nilai-nilai bersama yang menjadi
dasar tanggung jawab semua anggota masyarakat. Kemudian prinsip yang ketiga
adalah bahwa semua warga negara harus memiliki akses dan partisipasi yang sama
dalam struktur kekuasaan masyarakat.
Premis
utama komunitarianisme adalah pengakuan masyarakat sebagai jaringan komunitas
yang saling bersinggungan dengan nilai-nilai dan standar moral yang berbeda.
Kunci untuk menyelasikan pertanyaan dan konflik etika terletak pada
penghormatan terhadap nilai-nilai local yang menunjukkan pertimbangan yang
hati-hati dan penerimaan masyarakat setempat. Pertimbangan juga diberikan untuk
keselarasan umum dan akuntabilitas dengan nilai-nilai masyarakat yang lebih
besar.
Namun,
sistem aturan moral komunitas tertentu paling baik dipahami dalam konteks
pandangan masyarakat saat ini dan historis tentang kesejahteraan sosial dan
kepentingan sosial terkait, memberikan tingkat relativisme budaya tertentu pada
perspektif ini. Penerapan teori komunitarianisme dalam periklanan adalah ketika
orang-orang memperhatikan iklan, maka setiap orang tidak akan memiliki
pendapat. Beberapa orang mungkin menyukainya atau membenci dan lain-lain. Teori
ini dipandang kurang sesuai untuk menjelaskan etika periklanan.
3.
Utilitarianisme
Utilitarianisme
adalah salah satu teori etika normatif yang didasarkan atas kemampuan seseorang
untuk memprediksi konsekuensi dari sebuah tindakan. Tokoh-tokoh yang menganut
utilitarianisme diantaranya adalah Jeremy Bentham dan John Stuart Mill.
Terdapat dua macam teori utilitarianisme yaitu act-utilitarianism dan rule
utilitarianism.
Act-utilitarianism
– prinsip utilitas diterapkan secara langsung ke setiap tindakan alternative
dalam situasi pilihan. Tindakan yang benar kemudian didefinisikan sebagai
tindakan yang menghasilkan hasil terbaik.
Rule
utilitarianism – prinsip utilitas digunakan untuk menentukan validitas aturan
perilaku atau prinsip-prinsip moral. Sebuah aturan dibangun untuk mencari
manfaat bagi sebagian besar orang melalui cara yang paling adil.
Menurut
Kim dan Kim (2017), nilai etis utilitarianisme menekankan peningkatan utilitas
pribadi dan sosial dalam kehidupan berbasis tujuan. Utilitarianisme merupakan
konsep yang secara fundamental memberi makna pada kebahagiaan yang memuaskan
mayoritas dan hasil dari tindakan yang diinginkan.
Dalam
periklanan, nilai etis utilitarianisme mempertimbangkan tindakan komunikasi
dalam bisnis periklanan sebagai sebuah metode untuk mencapai tujuan yang
diinginkan yaitu kepuasan dan kebahagiaan konsumen. Nilai etis berbasis
utilitarianisme dalam periklanan adalah nilai yang harus dijaga oleh pengiklan.
2.3 Fungsi Periklanan
Periklanan mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi
informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang
semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Iklan
tentang produk baru biasanya mempunyai informasi yang kuat. Misalnya tentang tempat
pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan
tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsur persuasive yang
lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah (Bertens, 2000
: 265)
Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen
dan pasar, antara penjual dan calon pembeli. Dalam proses komunikasi iklan
menyampaikan sebuah ‘pesan’. Dengan demikian kita mendapat kesan bahwa
periklanan terutama bermaksud memberi informasi. Tujuan terpenting adalah
memperkenalkan produk/jasa. Fungsi iklan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
berfungsi memberi informasi, dan membentuk opini (pendapat umum).
1)
Iklan
berfungsi sebagai pemberi informasi
Pada fungsi ini
iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada
masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan di pasar. Pada
fungsi ini iklan membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataan serinci
mungkin tentang suatu produk. Tujuannya agar calon konsumendapat mengetahui
dengan baik produk itu, sehingga akirnya memutuskan untuk membeli produk
tersebut.
2)
Iklan
berfungsi sebagai pembentuk opini (pendapat) umum
Pada fungsi ini
iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berupayamempengaruhi massa
pemilih. Dengan kata lain,iklan berfungsi menarik danmempengaruhi calon
konsumen untk membeli prodsuk yang diiklankan. Caranyadengan menanpilan model
iklan yang persuasif, manipulatif, tendensus denganmaksud menggiring konsumen
untuk membeli produk. Secara etis, iklanmanipulatif jelas dilarang, karena
memanipulasi manusia dan merugikan pihak lain.
2.4 Penilaian Etis
terhadap iklan
Refleksi tentang masalah-masalah etis di sekitar
praktek periklanan merupakan contoh bagus mengenai kompleksitas pemikiran
moral. Disini prinsip-prinsip etis memang penting, tapi tersedianya
prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas sebuah iklan.
Refleksi tentang etika periklanan mengingatkan kita bahwa penalaran moral
selalu bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkret. Ada beberapa faktor
yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis dalam
periklanan (Bertens, 2000 : 277)
A.
Maksud
si pengiklan
Penilaian
etis atau tidaknya suatu iklan tentu saja berkorelasi kuat dengan maksud si
pengiklan, apabila maksud si pengiklan sudah tidak baik, maka sudah dapat
dipastikan bahwa iklannya pun juga akan sulit dianggap etis oleh masyarakat.
Contohnya iklan operator seluler yang sering kita lihat saling menjatuhkan satu
sama lain, yang apabila dibiarkan hal ini akan menjadi perang iklan antar
operator seluler yang tentu saja dampaknya tidak baik bagi masyarakat.
B.
Isi
iklan
Selain
maksud si pengiklan, suatu iklan akan menjadi tidak etis apabila isi iklan
tersebut kurang baik, misalnya saja iklan tentang minuman keras, terutama
apabila disiarkan di Negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran seperti
Indonesia ini. Ada juga kontroversi iklan mengenai produk yang merugikan
kesehatan masyarakat, apalagi kalau bukan rokok. Pemerintah dapat mengambil
tindakan tegas untuk melarang iklan rokok yang ada dengan tujuan agar
masyarakat tidak terpengaruh oleh rokok, terutama generasi muda dan remaja.
Namun di sisi lain rokok boleh diperjualbelikan dengan legal, tentunya akan
menuai banyak protes ketika iklan tentang rokok dilarang. Dalam hal seperti
ini, konsumen sendirilah yang harus mem-filter iklan-iklan tersebut, dapat
mempertimbangkan penggunaannya bagi kesehatannya, terutama resiko yang didapat
daripada manfaat yang diperoleh.
C.
Keadaan
publik yang tertuju
Dalam
membuat iklan, pastilah sang produsen menargetkan iklannya tepat sasaran, yaitu
tepat mengena pasar konsumen tertentu yang dituju, misalnya iklan mobil
menargetkan iklannya dapat menarik bagi masyarakat golongan menengah ke atas
(karena secara realitas merekalah yang mampu membeli). Hal ini apabila
penyampaiannya kurang tepat, maka dapat menimbulkan perkara etika bagi golongan
masyarakat dibawahnya. Apakah etis jika ada iklan tentang mobil yang mewah
ditengah-tengah keadaan masyarakat yang sedang kacau dan mayoritas berada di
bawah garis kemiskinan ? Karena dengan adanya iklan semacam ini, maka garis
pemisah antara penduduk kaya dan miskin akan semakin tebal.
D.
Kebiasaan
di bidang periklanan
Periklanan
selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi, dimana dalam tradisi itu, orang
sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan.
Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang seringkali
tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu (Bertnes, 2000 :
280)
2.5 Pengontrolan
Terhadap Iklan
Karena kemungkinan
dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan
dalam bisnis periklanan, maka perlu adanya kontrol yang tepat yang dapat
mengimbangi kerawanan tersebut (Bertens, 2000 : 274)
a.
Kontrol
oleh Pemerintah
Disini terletak
tugas penting bagi pemerintah, yang harus melindungi masyarakat konsumen
terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan tentang makanan dan obat
diawasi secara langsung oleh BPPOM (Bertens, 2000 : 275).
b.
Kontrol
oleh para pengiklan
Dilakukan dengan
menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh
profesi periklanan itu sendiri. Di Indonesia kita kita memiliki tata karma dan
tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh
AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi
Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar). Pengawasan kode etik
ini dipercayakan kepada KPI (Komisi Periklanan Indonesia) yang terdiri atas
unsure semua asosiasi pendukung dari tata karma tersebut (Bertens, 2000 : 275).
c.
Kontrol
oleh masyarakat
Beberapa lembaga
juga turut menggalakkan etika periklanan, yaitu YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia) dan lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen. Lembaga-lembaga
tersebut sebagai pengontrol atas kualitas dan kebenaran periklanan
2.6 Contoh Pemasangan
Iklan atau Reklame yang Melanggar Etika Periklanan (Tidak Etis)
2.61
Gambar I
Reklame brosur yang ditempel pada gardu listrik
didaerah Jalan Berbek,Kec. Waru,Kab. Sidoarjo, Jawa Timur, 61256 {09 Juni 2021
Pukul 09.50 WIB}
2.62
Gambar II
Reklame brosur yang ditempel pada gardu listrik
didaerah Kali Rungkut, Surabaya,Jawa Timur,60293 {09 Juni 2021 Pukul 09.08 WIB}
2.63
Gambar III
Reklame brosur yang ditempel pada
gardu listrik didaerah Jalan Berbek,Kec. Waru,Kab. Sidoarjo, Jawa Timur, 61256
{09 Juni 2021 Pukul 09.50 WIB}
Ulasan :
Dimana tiang listrik, pohon,
dan tembok dialihfungsikan sebagai tempat :
1.
Gardu
Listrik digunakan untuk menempelkan brosur Terima Kost
2.
Gardu
Listrik digunakan untuk menempelkan brosur Mencari Pembantu
3.
Tiang
Listrik digunakan untuk menempelkan brosur Sedot WC
Hal tersebut
sudah melanggar Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 9
Tahun 1999 Tentang Pajak Reklame mengenai Larangan Penyelenggaraan Reklame yang
berbunyi “Dilarang menempatkan atau memasang Reklame Selebaran pada tembok-
tembok, pagar, pohon, tiang listrik, tiang telepon dan sejenisnya”.
2.7
Contoh Pemasangan Reklame yang Tidak Melanggar Etika
Periklanan (Etis)
2.7.1
Gambar IV
Reklame baliho yang terletaak di Jalan Raya
Rungkut, Surabaya,Jawa Timur, 60293 {Pukul 08.58 WIB}
Ulasan
:
Reklame
baliho Obat Konidin. Reklame iklan yang benar dengan memenuhi ketaatan dalam
periklanan dimana iklan ditempatkan sesuai dengan yang sudah diatur oleh
perda,s erta tidak menganggu pengguna jalan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam periklanan
kita tidak dapat lepas dari teori yang diterapkan, etika, hukum dan
undang-undang yang berlaku. Dimana didalam iklan itu sendiri mencakup
pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat khususnya di Indonesia
tentang sebuah iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah
perusahaan harus memperhatikan hak-hak konsumen dan apa yang akan didapat
dengan adanya iklan tersebut.
Maka demikian
menjaga etika dalam kegiatan periklanan ini sangatlah penting karena dengan
terciptanya iklan-iklan yang baik dan mendidik maka akan baik pula citra
periklanan khususnya di Negara Indonesia yang dengan penduduknya berasal dari
berbagai suku dan bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/cermin/article/view/213
https://pakarkomunikasi.com/teori-etika-periklanan
https://aniatih.blogspot.com/2014/05/periklanan-dan-etika-pengontrolan.html
https://exaudian.wordpress.com/2015/10/02/etika-periklanan/
#bangganarotama
#febunnaraya
#prodimanajemen
#universitasnarotama
#dosenkuayurai
#etikabisnis
#etikaperiklanan
#missmanagement
Komentar
Posting Komentar