ETIKA PERIKLANAN

 

MAKALAH

ETIKA PERIKLANAN

 

 

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Etika Bisnis

Dosen Pengampu : Hj.I.G.A. AJU NITYA DHARMANI,SST,SE,MM

 

 

 

logo Narotama.png

 

 

Oleh : Evi Kurniasari ( 01219040)

 

 

UNIVERSITAS NAROTAMA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

2020 - 2021

 


 



BAB I

PENDAHULUAN

Iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk dan menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Menurut Handoyo seperti yang dikutip oleh Riyanto (2011: 182) melalui iklan produsen dapat menyampaikan kelebihan produk, begitu juga melalui iklan konsumen dapat mengetahui kelebihan produk tersebut. Iklan cenderung dapat menarik konsumen untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk. Oleh karena itu, banyak perusahaan menggunakan iklan untuk memenangkan persaingan melalui komunikasi menyampaikan informasi dan persuasi kepada konsumen.

Adanya komunikasi antara produsen dan konsumen secara persuasifyang berisi promosi tentang barang dan jasa, gagasan dan cita-cita dalam bentuk komunikasi visual yang dapat dimengerti oleh kedua pihak dan bentuknya yang impersonal, atau meliputi banyak orang, maka suatu pesan promosi iklan dapat pula disampaikan kepada prospek-prospek yang sengaja dipilih melalui media yang tepat dan dengan cara yang berbeda antara media satu dengan lainnya.

Dalam komunikasi pemasaran iklan menjadi alat interaksi antara pengiklan dan pembeli. Dengan demikian Institut Praktisi Periklanan Inggris mendefinisikan periklanan merupakan pesan – pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah - murahnya (Jefkins, 1996:5). Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan.

Di Indonesia, dunia periklanan tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin berkemajuan. Fenomena seperti ini menuntut para pengiklan untuk mendapatkan strategi yang terbaik dalam menguasai dan mempertahankan pangsa pasarnya. Iklan tidak mutlak diperlukan bagi jalannya perekonomian yang efisien, karena biasanya penawaran akan selalu mengimbangi permintaan. Hanya jika permintaan yang diinginkan produsen semakin tinggi, atau jika penawaran jauh sekali melebihi permintaan, maka iklan menjadi sangat penting. Dalam situasi ini produsen tahu Batasan operasinya, yakni bahwa pertumbuhannya tergantung pada kapasitas produksinya. Namun begitu memasuki pasar, pertumbuhannya lebih ditentukan oleh kapasitasnya dalam menjual (River 2003:182).

Kegiatan periklanan juga sebenarnya meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembuatan iklan. Di negara-negara maju periklanan diatur dengan syarat-syarat sah, jujur dan sopan. Iklan diawasi oleh badan pengawas agar iklan tidak melanggar kode etik periklanan yang berlaku. International Chambers of Commerce dengan International Advertising Association pada tahun 1973 (dan terus diperbaiki) mengeluarkan kode etik periklanan internasional (Rahmat, 2015:112). Sementara itu kegiatan pengawasan periklanan di Indonesia adalah dengan membentuk sebuah regulasi yang dalam Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (2007) menjelaskan dalam aspek posisi EPI ini mengukuhkan adanya kepedulian yang setara pada industri periklanan, antara keharusan untuk melindungi konsumen atau masyarakat, dengan keharusan untuk dapat melindungi para pelaku periklanan agar dapat berprofesi dan berusaha – dan memperolehimbalan dari profesi atau usaha tersebut – secara wajar. Selain itu, periklanan juga memiliki batasan dalam EPI ini menjadi pedoman etika untuk semua materi pesan periklanan, verbal maupun citra, yang terdapat pada suatu iklan. Ia tidak memberi rujukan apa pun atas materi komunikasi yang secara jelas tidak bermuatan periklanan, seperti editorial, maupun materi komersial atau persuasif yang berada di luar ranah periklanan, misalnya kemasan produk, siaran pers, atau komunikasi pribadi. Sepanjang yang menyangkut periklanan, EPI ini menjadi induk yang memayungi semua standar etika periklanan yang terdapat pada kode etik masing-masing asosiasi atau lembaga pengemban dan pendukungnya.


 

BAB II

PEMBAHASAN

      2.1     Etika Periklanan

Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan/produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.

Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel/penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.

Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini berkaitan erat dengan cara berproduksi industry modern yang menghasilkan produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli (Bertens, 2000 : 263).

Iklan merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual dengan konsumen. Dalam hal ini berarti bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu mengatakan hal yang benar kepada konsumen tentang produk sambil membiarkan konsumen bebas menentukan untuk membeli atau tidak membeli produk itu (Sony Keraf, 1993 : 142).

Etika periklanan adalah ukuran kewajaran nilai dan kejujuran didalam sebuah iklan. Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indoneasia (P3I), etika periklanan adalah seperangkat norma dan padan yang mesti dikuti oleh para politis periklanan dalam mengemas dan menyebarluaskan pesan iklan kepada khalayak ramai baik melalui media massa maupn media ruang. Menurut EPI (Etika Pariwara Indonesia), etika periklanan adalah ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihornati, ditaai, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembangannya.

 

      2.2     Teori Etika Periklanan

 

Adapun yang termasuk dalam teori etika periklanan adalah sebagai berikut :

 

1.      Deontologi

Kata deontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang berarti kewajiban atau tugas dan logo yang berarti ilmu atau studi. Dalam filsafat moral kontemporer, deontologi adalah salah satu dari jenis teori normatis mengenai pilihan mana yang secara moral diperlukan, dilarang, atau diizinkan. Dengan kata lain, deontologi berada dalam domain teori-teori moral yang memandu dan menilai pilihan kita tentang apa yang seharusnya kita lakukan.

Filsuf yang mengikuti dan akhirnya menjadi tokoh sentral deontologis adalah Immanual Kant. Filosofi Kant menyatakan bahwa penalaran moral didasarkan pada standar rasionalitas yang disebut dengan imperatif kategoris. Imperatif kategoris dimaksudkan untuk membimbing kita ke arah tindakan yang benar, terlepas dari keadaan.

Tokoh deontologis lainnya adalah W.D Ross yang meyakini bahwa permasalahan moral tidak dapat direduksi menjadi satu pertanyaan mendasar. Ross mengusulkan teori deontologi campuran yang mengakui hubungan moral, tugas, dan prinsip yang tidak dapat direduksi. Ross mengembangkan tujuh tugas prima yang perlu diperhitungkan dalam menentukan apakah suatu tindakan adalah tindakan yang benar. Menurut Ross, kita harus memenuhi tugas prima kecuali jika mereka bertentangan dengan tugas prima lain yang lebih berat.

Penerapan teori deontologi dalam periklanan adalah bahwa pengiklan hendaknya bertindak berdasarkan niat baik dalam menjalankan tugasnya. Namun, tak jarang kita temui hal yang sebaliknya. Teori ini dikritik karena terlalu sederhana dan tidak mempertimbangkan aspek perbedaan budaya. Sebagaimana kita pahami bahwa latar belakang budaya mempengaruhi nilai-nilai moral yang dimiliki seseorang. Dengan demikian, nilai moral setiap orang tidaklah sama.

 

2.      Komunitarianisme

Komunitarianisme adalah filsafat yang berakar dari Aristotelian dan Hagelian yang menekankan perlunya menyeimbangkan hak individu dengan kepentingan komunitas secara keseluruhan. Komunitarianisme menekankan konsep liberalisme tentang orang yang otonom dan mementingkan diri sendiri, dengan mencirikan individu sebagai makhluk sosial yang dibentuk oleh nilai-nilai dan budaya komunitas mereka.

Menurut teori ini, pemikiran etis didasarkan pada nilai-nilai komunal, standar dan tradisi sosial yang mapan, dan mempertimbangkan masyarakat yang lebih besar. Kaum komunitarian menekankan pengaruh masyarakat pada individu dan berpendapat bahwa nilai-nilai berakar pada sejarah dan tradisi umum.

Komunitarianisme didasarkan pada tiga prinsip. Prinsip pertama adalah setiap klaim kebenaran divalidasi melalui penyelidikan kooperatif. Prinsip kedua adalah komunitas penyelidikan kooperatif harus memvalidasi nilai-nilai bersama yang menjadi dasar tanggung jawab semua anggota masyarakat. Kemudian prinsip yang ketiga adalah bahwa semua warga negara harus memiliki akses dan partisipasi yang sama dalam struktur kekuasaan masyarakat.

Premis utama komunitarianisme adalah pengakuan masyarakat sebagai jaringan komunitas yang saling bersinggungan dengan nilai-nilai dan standar moral yang berbeda. Kunci untuk menyelasikan pertanyaan dan konflik etika terletak pada penghormatan terhadap nilai-nilai local yang menunjukkan pertimbangan yang hati-hati dan penerimaan masyarakat setempat. Pertimbangan juga diberikan untuk keselarasan umum dan akuntabilitas dengan nilai-nilai masyarakat yang lebih besar.

Namun, sistem aturan moral komunitas tertentu paling baik dipahami dalam konteks pandangan masyarakat saat ini dan historis tentang kesejahteraan sosial dan kepentingan sosial terkait, memberikan tingkat relativisme budaya tertentu pada perspektif ini. Penerapan teori komunitarianisme dalam periklanan adalah ketika orang-orang memperhatikan iklan, maka setiap orang tidak akan memiliki pendapat. Beberapa orang mungkin menyukainya atau membenci dan lain-lain. Teori ini dipandang kurang sesuai untuk menjelaskan etika periklanan.

 

3.      Utilitarianisme

Utilitarianisme adalah salah satu teori etika normatif yang didasarkan atas kemampuan seseorang untuk memprediksi konsekuensi dari sebuah tindakan. Tokoh-tokoh yang menganut utilitarianisme diantaranya adalah Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Terdapat dua macam teori utilitarianisme yaitu act-utilitarianism dan rule utilitarianism.

Act-utilitarianism – prinsip utilitas diterapkan secara langsung ke setiap tindakan alternative dalam situasi pilihan. Tindakan yang benar kemudian didefinisikan sebagai tindakan yang menghasilkan hasil terbaik.

Rule utilitarianism – prinsip utilitas digunakan untuk menentukan validitas aturan perilaku atau prinsip-prinsip moral. Sebuah aturan dibangun untuk mencari manfaat bagi sebagian besar orang melalui cara yang paling adil.

Menurut Kim dan Kim (2017), nilai etis utilitarianisme menekankan peningkatan utilitas pribadi dan sosial dalam kehidupan berbasis tujuan. Utilitarianisme merupakan konsep yang secara fundamental memberi makna pada kebahagiaan yang memuaskan mayoritas dan hasil dari tindakan yang diinginkan.

Dalam periklanan, nilai etis utilitarianisme mempertimbangkan tindakan komunikasi dalam bisnis periklanan sebagai sebuah metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu kepuasan dan kebahagiaan konsumen. Nilai etis berbasis utilitarianisme dalam periklanan adalah nilai yang harus dijaga oleh pengiklan.

 

      2.3     Fungsi Periklanan

 

Periklanan mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai informasi yang kuat. Misalnya tentang tempat pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsur persuasive yang lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah (Bertens, 2000 : 265)

Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasar, antara penjual dan calon pembeli. Dalam proses komunikasi iklan menyampaikan sebuah ‘pesan’. Dengan demikian kita mendapat kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberi informasi. Tujuan terpenting adalah memperkenalkan produk/jasa. Fungsi iklan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu berfungsi memberi informasi, dan membentuk opini (pendapat umum).

1)      Iklan berfungsi sebagai pemberi informasi

Pada fungsi ini iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan di pasar. Pada fungsi ini iklan membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataan serinci mungkin tentang suatu produk. Tujuannya agar calon konsumendapat mengetahui dengan baik produk itu, sehingga akirnya memutuskan untuk membeli produk tersebut.

2)      Iklan berfungsi sebagai pembentuk opini (pendapat) umum

Pada fungsi ini iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berupayamempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain,iklan berfungsi menarik danmempengaruhi calon konsumen untk membeli prodsuk yang diiklankan. Caranyadengan menanpilan model iklan yang persuasif, manipulatif, tendensus denganmaksud menggiring konsumen untuk membeli produk. Secara etis, iklanmanipulatif jelas dilarang, karena memanipulasi manusia dan merugikan pihak lain.

      2.4     Penilaian Etis terhadap iklan

 

Refleksi tentang masalah-masalah etis di sekitar praktek periklanan merupakan contoh bagus mengenai kompleksitas pemikiran moral. Disini prinsip-prinsip etis memang penting, tapi tersedianya prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas sebuah iklan. Refleksi tentang etika periklanan mengingatkan kita bahwa penalaran moral selalu bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkret. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis dalam periklanan (Bertens, 2000 : 277)

 

A.    Maksud si pengiklan

Penilaian etis atau tidaknya suatu iklan tentu saja berkorelasi kuat dengan maksud si pengiklan, apabila maksud si pengiklan sudah tidak baik, maka sudah dapat dipastikan bahwa iklannya pun juga akan sulit dianggap etis oleh masyarakat. Contohnya iklan operator seluler yang sering kita lihat saling menjatuhkan satu sama lain, yang apabila dibiarkan hal ini akan menjadi perang iklan antar operator seluler yang tentu saja dampaknya tidak baik bagi masyarakat.

 

B.     Isi iklan

Selain maksud si pengiklan, suatu iklan akan menjadi tidak etis apabila isi iklan tersebut kurang baik, misalnya saja iklan tentang minuman keras, terutama apabila disiarkan di Negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran seperti Indonesia ini. Ada juga kontroversi iklan mengenai produk yang merugikan kesehatan masyarakat, apalagi kalau bukan rokok. Pemerintah dapat mengambil tindakan tegas untuk melarang iklan rokok yang ada dengan tujuan agar masyarakat tidak terpengaruh oleh rokok, terutama generasi muda dan remaja. Namun di sisi lain rokok boleh diperjualbelikan dengan legal, tentunya akan menuai banyak protes ketika iklan tentang rokok dilarang. Dalam hal seperti ini, konsumen sendirilah yang harus mem-filter iklan-iklan tersebut, dapat mempertimbangkan penggunaannya bagi kesehatannya, terutama resiko yang didapat daripada manfaat yang diperoleh.

 

C.    Keadaan publik yang tertuju

Dalam membuat iklan, pastilah sang produsen menargetkan iklannya tepat sasaran, yaitu tepat mengena pasar konsumen tertentu yang dituju, misalnya iklan mobil menargetkan iklannya dapat menarik bagi masyarakat golongan menengah ke atas (karena secara realitas merekalah yang mampu membeli). Hal ini apabila penyampaiannya kurang tepat, maka dapat menimbulkan perkara etika bagi golongan masyarakat dibawahnya. Apakah etis jika ada iklan tentang mobil yang mewah ditengah-tengah keadaan masyarakat yang sedang kacau dan mayoritas berada di bawah garis kemiskinan ? Karena dengan adanya iklan semacam ini, maka garis pemisah antara penduduk kaya dan miskin akan semakin tebal.

 

D.    Kebiasaan di bidang periklanan

Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi, dimana dalam tradisi itu, orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang seringkali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu (Bertnes, 2000 : 280)

 

      2.5     Pengontrolan Terhadap Iklan

 

Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, maka perlu adanya kontrol yang tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut (Bertens, 2000 : 274)

a.      Kontrol oleh Pemerintah

Disini terletak tugas penting bagi pemerintah, yang harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan tentang makanan dan obat diawasi secara langsung oleh BPPOM (Bertens, 2000 : 275).

b.      Kontrol oleh para pengiklan

Dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri. Di Indonesia kita kita memiliki tata karma dan tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar). Pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada KPI (Komisi Periklanan Indonesia) yang terdiri atas unsure semua asosiasi pendukung dari tata karma tersebut (Bertens, 2000 : 275).

c.       Kontrol oleh masyarakat

Beberapa lembaga juga turut menggalakkan etika periklanan, yaitu YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen. Lembaga-lembaga tersebut sebagai pengontrol atas kualitas dan kebenaran periklanan

 

 

 

 

 

      2.6     Contoh Pemasangan Iklan atau Reklame yang Melanggar Etika Periklanan (Tidak Etis)

2.61               Gambar I

Reklame brosur yang ditempel pada gardu listrik didaerah Jalan Berbek,Kec. Waru,Kab. Sidoarjo, Jawa Timur, 61256 {09 Juni 2021 Pukul 09.50 WIB}

2.62               Gambar II

Reklame brosur yang ditempel pada gardu listrik didaerah Kali Rungkut, Surabaya,Jawa Timur,60293 {09 Juni 2021 Pukul 09.08 WIB}

2.63               Gambar III

Reklame brosur yang ditempel pada gardu listrik didaerah Jalan Berbek,Kec. Waru,Kab. Sidoarjo, Jawa Timur, 61256 {09 Juni 2021 Pukul 09.50 WIB}

Ulasan :

Dimana tiang listrik, pohon, dan tembok dialihfungsikan sebagai tempat :

1.      Gardu Listrik digunakan untuk menempelkan brosur Terima Kost

2.      Gardu Listrik digunakan untuk menempelkan brosur Mencari Pembantu

3.      Tiang Listrik digunakan untuk menempelkan brosur Sedot WC

 

Hal tersebut sudah melanggar Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Pajak Reklame mengenai Larangan Penyelenggaraan Reklame yang berbunyi “Dilarang menempatkan atau memasang Reklame Selebaran pada tembok- tembok, pagar, pohon, tiang listrik, tiang telepon dan sejenisnya”.

 

 

 

 

 

 

2.7           Contoh Pemasangan Reklame yang Tidak Melanggar Etika Periklanan (Etis)

2.7.1             Gambar IV

Reklame baliho yang terletaak di Jalan Raya Rungkut, Surabaya,Jawa Timur, 60293 {Pukul 08.58 WIB}

 

Ulasan :

 

Reklame baliho Obat Konidin. Reklame iklan yang benar dengan memenuhi ketaatan dalam periklanan dimana iklan ditempatkan sesuai dengan yang sudah diatur oleh perda,s erta tidak menganggu pengguna jalan.


 

BAB III

PENUTUP

      3.1     Kesimpulan

Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari teori yang diterapkan, etika, hukum dan undang-undang yang berlaku. Dimana didalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat khususnya di Indonesia tentang sebuah iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan hak-hak konsumen dan apa yang akan didapat dengan adanya iklan tersebut.

Maka demikian menjaga etika dalam kegiatan periklanan ini sangatlah penting karena dengan terciptanya iklan-iklan yang baik dan mendidik maka akan baik pula citra periklanan khususnya di Negara Indonesia yang dengan penduduknya berasal dari berbagai suku dan bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/cermin/article/view/213

https://pakarkomunikasi.com/teori-etika-periklanan

https://aniatih.blogspot.com/2014/05/periklanan-dan-etika-pengontrolan.html

https://exaudian.wordpress.com/2015/10/02/etika-periklanan/

https://rfaraspblog.wordpress.com/2016/10/02/periklanan-dan-etika-pengontrolan-terhadap-iklan-dan-penilaian-etis-terhadap-iklan/


#bangganarotama 

#febunnaraya 

#prodimanajemen 

#universitasnarotama 

#dosenkuayurai 

#etikabisnis 

#etikaperiklanan 

#missmanagement

 

Komentar